Ivan Petrovich Pavlov adalah orang Rusia.
Ia menemukan Classical Conditioning di dekade 1890-an. Namun karena
pada saat itu negerinya tertutup dari dunia barat, bukunya dalam edisi
bahasa Inggris Conditioned Reflexes: An Investigation of the
Physiological Activity of the Cerebral Cortex baru bisa diterbitkan
tahun 1927. Teorinya disebut klasik karena kemudian muncul teori
conditioning yang lebih baru. Ada pula yang menyebut teorinya sebagai
learned reflexes atau refleks karena latihan, untuk membedakan teorinya dengan teori pengkondisian disadari-nya Skinner.
a. Percobaan Pavlov
Pengkondisian Klasik atau Classical
conditioning ditemukan secara kebetulan oleh Pavlov di dekade 1890-an.
Saat itu Pavlov sedang mempelajari bagaimana air liur membantu proses
pencernaan makanan. Kegiatannya antara lain memberi makan anjing
eksperimen dan mengukur volume produksi air liur anjing tersebut di
waktu makan. Setelah anjing tersebut melalui prosedur yang sama
beberapa kali, ternyata mulai mengeluarkan air liur sebelum menerima
makanan. Pavlov menyimpulkan bahwa beberapa stimulus baru seperti
pakaian peneliti yang serba putih, telah diasosiasikan oleh anjing
tersebut dengan makanan sehingga menimbulkan respons keluarnya air
liur. Proses conditioning biasanya mengikuti prosedur umum yang sama.
Misalkan seorang pakar psikologi ingin mengkondisikan seekor anjing
untuk mengeluarkan air liur ketika mendengar bunyi lonceng. Sebelum
conditioning, stimulus tanpa pengkondisian (makanan dalam mulut) secara
otomatis menghasilkan respons tanpa pengkondisian (mengeluarkan air
liur) dari anjing tersebut. Selama pengkondisian, peneliti membunyikan
lonceng dan kemudian memberikan makanan pada anjing tersebut. Bunyi
lonceng tersebut disebut stimulus netral karena pada awalnya tidak
menyebabkan anjing tersebut mengeluarkan air liur. Namun, setelah
peneliti mengulang-ulang asosiasi bunyi lonceng-makanan, bunyi lonceng
tanpa disertai makanan akhirnya menyebabkan anjing tersebut mengeluarkan
air liur. Anjing tersebut telah belajar mengasosiasikan bunyi lonceng
dengan makanan. Bunyi lonceng menjadi stimulus dengan pengkondisian, dan
keluarnya air liur anjing disebut respons dengan pengkondisian.
b. Prinsip-prinsip Pengkondisian Klasik Pavlov
Menindaklanjuti temuannya sebelumnya,
Pavlov dan koleganya berhasil mengidentifikasi empat proses: acquisition
(akuisisi/fase dengan pengkondisian), extinction (eliminasi/fase tanpa
pengkondisian), generalization (generalisasi), dan discrimination
(diskriminasi).
- 1. Fase Akuisisi
Fase akuisisi merupakan fase belajar
permulaan dari respons kondisi-sebagai contoh, anjing ‘belajar’
mengeluarkan air liur karena pengkondisian suara lonceng. Beberapa
faktor dapat mempengaruhi kecepatan conditioning selama fase akuisisi.
Faktor yang paling penting adalah urutan dan waktu stimuli.
Conditioning terjadi paling cepat ketika stimulus kondisi (suara
lonceng) mendahului stimulus utama (makanan) dengan selang waktu
setengah detik. Conditioning memerlukan waktu lebih lama dan respons
yang terjadi lebih lemah bila dilakukan penundaan yang lama antara
pemberian stimulus kondisi dengan stimulus utama. Jika stimulus kondisi
mengikuti stimulus utama-sebagai contoh, jika anjing menerima makanan
sebelum lonceng berbunyi-conditioning jarang terjadi.
- 2. Fase Eliminasi
Sekali telah dipelajari, suatu respons
dengan kondisi tidaklah diperlukan secara permanen. Istilah extinction
(eliminasi) digunakan untuk menjelaskan eliminasi respons kondisi dengan
mengulang-ulang stimulus kondisi tanpa stimulus utama. Jika seekor
anjing telah ‘belajar’ mengeluarkan air liur karena adanya suara
lonceng, peneliti dapat secara berangsur-angsur menghilangkan stimulus
utama dengan mengulang-ulang bunyi lonceng tanpa memberikan makanan
sesudahnya.
- 3. Generalisasi
Setelah seekor hewan telah ‘belajar’
respons kondisi dengan satu stimulus, ada kemungkinan juga ia merespons
stimuli yang sama tanpa latihan lanjutan. Jika seorang anak digigit
oleh seekor anjing hitam besar, anak tersebut bukan hanya takut kepada
anjing tersebut, namun juga takut kepada anjing yang lebih besar.
Fenomena ini disebut generalisasi. Stimuli yang kurang intens biasanya
menyebabkan generalisasi yang kurang intens. Sebagai contoh, anak
tersebut ketakutannya menjadi berkurang terhadap anjing yang lebih
kecil.
- 4. Diskriminasi
Kebalikan dari generalisasi adalah
diskriminasi, yaitu ketika seorang individu belajar menghasilkan respons
kondisi pada satu stimulus namun tidak dari stimulus yang sama namun
kondisinya berbeda. Sebagai contoh, seorang anak memperlihatkan respons
takut pada anjing galak yang bebas, namun mungkin memperlihatkan rasa
tidak takut ketika seekor anjing galak diikat atau terkurung dalam
kandang.
Contoh penerapanya yaitu ketika setiap 10
menit menjelang jam mata pelajaran habis siswa akan diberikan
pertanyaan-pertanyaan mengenai pembelajaran yang telah dilakukan dimana
bagi siswa yang mampu menjawab dan menyelesaikan tugas yang diberikan
akan diberikan kesempatan pulang lebih awal/atau akan mendapatkan
tambahan point nilai, hal ini dilakukan terus menerus sehingga, ketika
reward itu tidak lagi diberikan siswa sudah terbiasa menjawab
pertanyaan/tugas yang diberikan guru.
Ketika menanamkan sebuah konsep contohnya
penjumlahan kepada siswa kelas rendah, guru memberikan stimulus berupa
gambar-gambar konkrik seperti buku dan pena atau jari dalam pembelajaran
penjumlahan, lama-kelamaan pengunaan media tersebut dikurangi, walaupun
penggunaan media konkrik itu dikurangi atau ditiadakan siswa tetap
dapat memahami/mengerti tentang pembelajaran tsb.
Sumber: http://mukhliscaniago.wordpress.com/2012/05/04/teori-ivan-pavlov/
0 komentar:
Posting Komentar